Tuesday, May 4, 2010

BAHAGIA HAKIKI

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih

Assalamualaikum dan salam sejahtera kepada pengunjung blog BISIKAN MUJAHIDAH. Semoga dalam rahmat dan keredhaan Allah Ta'ala hendaknya. Adakah anda bahagia sekarang? Untuk mendapatkan kebahagiaan, manusia sanggup buat apa sahaja. Tetapi kebahagian sebenar itu milik Allah. Beriman dan beramal soleh merupakan modal yang penting untuk mengecapi kebahagian. Pada kesempatan yang ada ini, saya ingin membawa para sahabat untuk membaca satu hadis daripada Baginda Rasulullah S.A.W. yang berbunyi:

"Kebahagian itu ada pada 4 perkara iaitu:
1- Isteri yang solehah.
2- Rumah yang luas.
3- Jiran yang baik.
4- Kenderaan yang baik."

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban R.A.

Dalam hadis lain, Nabi pernah menyatakan bahawa kemuncak kepada segala kebahagian ialah umur yang panjang dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala. Wallahu alam.

HALUSNYA RASULULLAH SAW DALAM BERDAKWAH

Perjuangan Islam itu sangat seni. Bukan semua orang nampak, sebab itu umat Islam huru hara di dunia ini. Berani dah ada, usaha gigih, mana ada umat Islam tak berjuang? semua gigih berjuang, ramai pula, tapi mana ada kejayaan? makin hina sebab berjuang tak ada seni. Sikit-sikit nak tembak orang, nak mengata orang, itu bukan seni.

Islam itu halus, dia punya seni. Siapa boleh buat yg seni-seni itu yang boleh mengetuk fitrah orang, boleh orang senang, tengok sahaja dah jatuh hati. Itulah watak benda yang seni. Kalau kita berjuang tak seni, macam kita dengar orang pukul besi, dengar sahaja tak larat, fikiran perasaan serabut pasal tak seni. Berjuang yang tak seni pukul pahat sana sini, akhirnya sakit jiwa.

Islam itu seni. Tengok bagaimana seninya Rasulullah SAW,

Contoh ke 1 :

Satu hari baginda bawa Sayidina Umar. Rasulullah tahu Umar ni siapa. Umar ni berani, jiwa kuat, sebelum masuk Islam dah pernah bunuh orang.

Satu hari Baginda ajak Umar pergi tengah padang pasir, ikut jelah tak payah tanya, Rasulullah bawa ke satu lembah, wadi. Di situ ada bangkai unta, kuda, kambing, kepala manusia pun ada, tengkorak manusia pun ada.

Rasulullah kata, “hai Umar apa kau lihat di sini, ini tempat busuk, bangkai binatang ada, manusia pun ada. Dulu mana ada undang bunuh, tangkap, bicara mana ada, bunuh campak sahaja”.

Bila Sayidina Umar lihat ada bangkai binatang dan manusia di situ, dia berkata pada Rasulullah, “ini bangkai wahai Rasulullah, campur antara bangkai manusia dan binatang”.
Rasulullah jawab, “inilah hakikat dunia, orang buru dunia senasib dengan yang kena buru”.

Ini seni. Mana ada tok guru yang ajar begini, kalau di masjid tok guru sekadar bersyarah , mana ada tok guru bawa murid lihat bangkai dan bersyarah depan bangkai tentang dunia?

Contoh ke 2 :

Berlaku juga di zaman Rasululah, orang-orang badwi yang baru peluk Islam, orang badwi ni tak faham adab, tak bertamaddun, walaupun dia masuk Islam tapi banyak lagi yg dia tak faham. Satu hari dia berada di masjid, dia kencing dalam masjid. Rasulullah ada sahabat-sahabat pun ada. Walaupun badwi itu juga seorang sahabat tapi dia baru dididik.

Sahabat-sahabat yang lain apabila melihat keadaan itu naik berang juga, sedangkan wahyu belum sempurna, sahabat ikut apa yg turun waktu itu. Banyak yang mereka tidak tahu lagi, sebab itu ada sahabat yang marah, sahabat nak bertindak. Tapi Rasulullah kata, “TAK APA, biarkan“. Kemudian Rasulullah yang cuci najis, buang, basuh, semua.

Itukan seni. Rasul tak marah, jadi sahabat-sahabat lain yang menyaksikan perbuatan Rasulullah itu terpukullah. Rasulullah bukan sahaja tidak marah malah tolong basuhkan pula.

Macamana tak berjaya Rasulullah didik orang? Jadi sahabat-sahabat lain pun terpukul sama dan yang terkencing itu pun turut insaf. Rasulullah tak marah, dia basuh. Jadi kedua-duanya terdidik. Sahabat menjadi tahu teknik berdakwah, yang terkencing itu insaf.

Sebenarnya Islam itu seni, kalau tak seni orang takkan boleh ikut.

Contoh ke 3 :

Satu hari Rasulullah bawa duit 2 dirham, baginda ke pasar. Di tengah jalan jumpa budak sedang menangis, rupanya dia adalah hamba pada seorang perempuan. Bila lihat budak itu menangis Rasulullah tanya mengapa.

Budak itu jawab, “saya dibekalkan oleh tuan saya duit 2 dirham nak beli sesuatu, tapi duit itu dah hilang, itu yg saya takut. Biasanya kalau saya salah kena pukullah”.

Bila mendengarnya Rasulullah pun terus bagi duit pada budak itu. Setelah selesai membeli belah budak itupun balik, di tepi jalan Rasulullah jumpa lagi budak itu menangis lagi. Lalu Rasullah bertanya, “mengapa menangis? kan saya dah bagi duit?”

Budak itu menjawab, “tadi saya menangis karena hilang duit, yang menangis kali ini karena saya terlewat nak balik, biasanya kena marahlah”. Lalu Rasullah berkata, “kalau begitu tak apalah, saya hantar”. Lalu Rasulullah pun hantarlah. Bila tuan dia tengok Rasulullah, dia pun malulah nak marah.

Kan seni tu? siapa boleh buat macam tu? Kita tengok budak tengah jalan compang camping tak pedulilah, menangis ke tak awak punya pasallah termasuk ulama. Itulah dakwah seni.

Contoh ke 4 :

Satu Hari Raya, Rasulullah nak ke masjid, dia lihat di tepi jalan ada budak-budak bermain-main dan ada sorang yang tak main tapi dia menangis, Rasulullah pun terus pergi kepada budak itu.

Rasulullah sangat sensitif perasaannya, nampak pelik sikit dia terus tanya, “mengapa awak menangis ni, orang lain sedang suka-suka main-main”. Dia pun cerita, “saya sedih ayah dah mati mak saya kahwin lain, ayah tiri biarkan saya, hari ini hari raya saya tak dapat pakaian macam kawan-kawan lain”.

Apa kata Rasulullah? Rasulullah kata, “kau nak tak aku jadi ayah kau, dan Aisyah jadi mak kau?”. Budak itu setuju. Lalu Rasulullah terus bawa balik ke rumah dan bagi pakaian baru padanya.

KECANTIKAN SEJATI..


Adalah kebahagiaan seorang lelaki ketika Allah menganugrahkannya seorang isteri yang apabila ia memandangnya, ia merasa semakin sayang. Kepenatan selama di luar rumah terkikis ketika memandang wajah istri yang tercinta. Kesenangan di luar tak menjadikan suami merasa jengah di rumah. Sebab surga ada di rumahnya; Baiti Jannati (rumahku surgaku).



Kebahagiaan ini lahir dari isteri yang apabila suami memandangnya, membuat suami bertambah kuat jalinan perasaannya. Wajah isteri adalah keteduhan, telaga yang memberi kesejukan ketika suami mengalami kegerahan. Lalu apakah yang ada pada diri seorang istri, sehingga ketika suami memandangnya semakin besar rasa sayangnya? Konon, seorang lelakig akan mudah terkesan oleh kecantikan wajah. Sempurnalah kebahagiaan seorang laki-laki jika ia memiliki isteri yang berwajah memikat.


Tapi keadaan ini segera dibantah oleh dua hal. Pertama, bantahan berupa fakta-fakta. Dan kedua, bantahan dari sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.


Konon, Christina Onassis, mempunyai wajah yang sangat cantik. Ia juga memiliki kekayaan yang sangat besar. Mendiang ayahnya meninggalkan harta warisan yang berlimpah, antara lain kapal pesiar pribadi, dan pulau milik pribadi juga. Telah beberapa kali menikah, tetapi Christina harus menghadapi kenyataan pahit. Seluruh pernikahannya berakhir dengan kekecewaan. Terakhir ia menutup kisah hidupnya dengan satu keputusan: bunuh diri.


Kecantikan wajah Christina tidak membuat suaminya semakin sayang ketika memandangnya. Jalinan perasaan antara ia dan suami-suaminya tidak pernah kuat.


Kasus ini memberikan ibroh kepada kita bahwa bukan kecantikan wajah secara fisik yang dapat membuat suami semakin sayang ketika memandangnya. Ada yang bersifat psikis, atau lebih tepatnya bersifat qalbiyyah!


Bantahan kedua, sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung.” (HR. bukhari, Muslim)


Hadist di atas sebagai penguat bahwa kesejukan ketika memandang sehingga perasaan suami semakin sayang, letaknya bukan pada keelokan rupa secara zhahir. Ada yang bersifat bathiniyyah.


Dengan demikian wahai saudariku muslimah, tidak mesti kita harus mempercantik diri dengan alat kosmetik atau dengan menggunakan gaun-gaun aduhai yang akhirnya akan membawa kita pada sikap berlebihan pada hal yang halal bahkan menyebabkan kita menjadi lalai dan meninggalkan segala yang bermanfaat dalam perkara-perkara akhirat, wal ‘iyadzubillah. Namun tidak berarti kita meninggalkan perawatan diri dengan menjaga fitrah manusia, dengan menjaga kebersihan, kesegaran dan keharuman tubuh yang akhirnya melalaikan diri dalam menjaga hak suami. Ada yang lebih berarti dari semua itu, ada yang lebih penting untuk kita lakukan demi mendapatkan cinta suami.


Sesungguhnya cinta yang dicari dari diri seorang wanita adalah sesuatu pengaruh yang terbit dari dalam jiwa dengan segala kemuliaannya dan mempunyai harga diri, dapat menjaga diri, suci, bersih, dan membuat kehidupan lebih tinggi di atas egonya.


Untuk itulah saudariku muslimah… Tuangkanlah di dalam dada dan hatimu dengan cinta dan kasih sayang serta tanamkanlah kemuliaan wanita muslimah seperti jiwamu yang penuh dengan kebaikan, perhatian serta kelembutan. Bukankah kita telah melihat contoh-contoh yang gemilang dari pribadi-pribadi yang kuat dari para shahabiyyah radiyallahu ‘anhunna…?

Janganlah engkau penuhi dirimu dengan ahlak yang selalu sedih dan gelisah, banyak pengaduan dan keluh kesah dan selalu mengancam, karena hal tersebut akan menggelapkan hatimu. Tersenyumlah untuk kehidupan. Seperti kuatnya para shahabiyyah dalam menghadapi kehidupan yang keras dan betapa kuatnya wanita-wanita yang lembut itu mempertahankan agamanya…


Perhiasan jiwa, itulah yang lebih utama. Yaitu sifat-sifat dan budi pekerti yang diajarkan Islam, yang diawali dengan sifat keimanan. Sebagaimana firman Allah, (yang artinya) “Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.” (QS. Al-Hujaraat: 7)


Apabila keimanan telah benar-benar terpatri dalam hati, maka akan tumbuhlah sifat-sifat indah yang menghiasi diri manusia, mulai dari Ketakwaan, Ilmu, Rasa Malu, Jujur, Terhormat, Berani, Sabar, Lemah Lembut, Baik Budi Pekerti, Menjaga Silaturrahim, dan sifat-sifat terpuji lainnya yang tidak mungkin disebut satu-persatu. Semuanya adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada hamba-hambanya agar dapat bahagia hidup di dunia dan akhirat.


Wanita benar-benar sangat diuntungkan, karena ia memiliki kesempatan yang lebih besar dalam hal perhiasan jiwa dengan arti yang sesungguhnya, yaitu ketika wanita memiliki sifat-sifat terpuji yang mengangkat derajatnya ke puncak kemuliaan, dan jauh dari segala sesuatu yang dapat menghancurkanya dan menghilangkan rasa malunya….!


Saudariku… jika engkau telah menikah, maka nasihat ini untuk mengingatkanmu agar engkau selalu menampilkan kecantikan dirimu dengan kecantikan sejati yang berasal dari dalam jiwamu, bukan dengan kecantikan sebab yang akan lenyap dengan lenyapnya sebab.


Saudariku… jika saat ini Allah belum mengaruniai engkau jodoh seorang suami yang sholeh, maka persiapkanlah dirimu untuk menjadi istri yang sholihah dengan memperbaiki diri dari kekurangan yang dimiliki lalu tutuplah ia dengan memunculkan potensi yang engkau miliki untuk mendekatkan dirimu kepada Yang Maha Rahman, mempercantik diri dengan ketakwaan kepada Allah yang dengannya akan tumbuh keimanan dalam hatimu sehingga engkau dapat menghiasi dirimu dengan akhlak yang mulia.


Saudariku… ini adalah sebuah nasihat yang apabila engkau mengambilnya maka tidak ada yang akan diuntungkan melainkan dirimu sendiri.

BIDADARI YANG CANTIK JELITA

Mereka sangat cangat cantik, memiliki suara-suara yang indah dan berakhlaq yang mulia. Mereka mengenakan pakaian yang paling bagus dan siapapun yang membicarakan diri mereka pasti akan digelitik kerinduan kepada mereka, seakan-akan dia sudah melihat secara langsung bidadari-bidadari itu. Siapapun ingin bertemu dengan mereka, ingin bersama mereka dan ingin hidup bersama mereka.

Semuanya itu adalah anugrah dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan sifat-sifat terindah kepada mereka, yaitu bidadari-bidadari surga.Subhanahu wa Ta’ala mensifati wanita-wanita penghuni surga sebagai kawa’ib, jama’ dari ka’ib yang artinya gadis-gadis remaja. Yang memiliki bentuk tubuh yang merupakan bentuk wanita yang paling indah dan pas untuk gadis-gadis remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari, karena kulit mereka yang indah dan putih bersih. Aisyah RadhiAllohu anha pernah berkata: “warna putih adalah separUh keindahan”


Bangsa Arab biasa menyanjung wanita dengan warna puith. Seorang penyair berkata:

Kulitnya putih bersih gairahnya tiada diragukan
laksana kijang Makkah yang tidak boleh dijadikan buruan
dia menjadi perhatian karena perkataannya lembut
Islam menghalanginya untuk mengucapkan perkataan jahat


Al-’In jama’ dari aina’
, artinya wanita yang matanya lebar, yang berwarna hitam sangat hitam, dan yang berwarna puith sangat putih, bulu matanya panjang dan hitam. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik, yaitu wanita yang menghimpun semua pesona lahir dan batin. Ciptaan dan akhlaknya sempurna, akhlaknya baik dan wajahnya cantk menawan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang suci. Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci.” (QS: Al-Baqarah: 25)


Makna dari Firman diatas adalah mereka suci, tidak pernah haid, tidak buang air kecil dan besar serta tidak kentut. Mereka tidak diusik dengan urusan-urusan wanita yang menggangu seperti yang terjadi di dunia. Batin mereka juga suci, tidak cemburu, tidak menyakiti dan tidak jahat. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang dipingit di dalam rumah. Artinya mereka hanya berhias dan bersolek untuk suaminya. Bahkan mereka tidak pernah keluar dari rumah suaminya, tidak melayani kecuali suaminya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang tidak liar pandangannya. Sifat ini lebih sempurna lagi. Oleh karena itu bidadari yang seperti ini diperuntukkan bagi para penghuni dua surga yang tertinggi. Diantara wanita memang ada yang tidak mau memandang suaminya dengan pandangan yang liar, karena cinta dan keridhaanyya, dan dia juga tidak mau memamndang kepada laki-laki selain suaminya, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair: Ku tak mau pandanganmu liar ke sekitar jika kau ingin cinta kita selalu mekar.


Di samping keadaan mereka yang dipingit di dalam rumah dan tidak liar pandangannnya, mereka juga merupakan wanita-wanita gadis, bergairah penuh cinta dan sebaya umurnya. Aisyah RadhiAllohu anha, pernah bertanya kepad Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, yang artinya: “Wahai Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, andaikata engkau melewati rerumputan yang pernah dijadikan tempat menggembala dan rerumputan yang belum pernah dijadikan tempat menggambala, maka dimanakah engkau menempatkan onta gembalamu?” Beliau menjawab,”Di tempat yang belum dijadikan tempat gembalaan.” (Ditakhrij Muslim) Dengan kata lain, beliau tidak pernah menikahi perawan selain dari Aisyah.


Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepada Jabir yang menikahi seorang janda, yang artinya: “Mengapa tidak engkau nikahi wanita gadis agar engkau bisa mencandainya dan ia pun mencandaimu?” (Diriwayatkan Asy-Syaikhany)


Sifat bidadari penghuni surga yang lain adalah Al-’Urub, jama’ dari al-arub, artinya mencerminkan rupa yang lemah lembut, sikap yang luwes, perlakuan yang baik terhadap suami dan penuh cinta. Ucapan, tingkah laku dan gerak-geriknya serba halus.


Al-Bukhary berkata di dalam Shahihnya, “Al-’Urub, jama’ dari tirbin. Jika dikatakan, Fulan tirbiyyun”, artinya Fulan berumur sebaya dengan orang yang dimaksudkan. Jadi mereka itu sebaya umurnya, sama-sama masih muda, tidak terlalu muda dan tidak pula tua. Usia mereka adalah usia remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan mutiara yang terpendam, dengan telur yang terjaga, seperti Yaqut dan Marjan. Mutiara diambil kebeningan, kecemerlangan dan kehalusan sentuhannya. Putih telor yang tersembunyi adalah sesuatu yang tidak pernah dipegang oleh tangan manusia, berwarna puith kekuning-kuningan. Berbeda dengan putih murni yang tidak ada warna kuning atau merehnya. Yaqut dan Marjan diambil keindahan warnanya dan kebeningannya.


Semoga para wanita-wanita di dunia ini mampu memperoleh kedudukan untuk menjadi Bidadari-Bidadari yang lebih mulia dari Bidadari-Bidadari yang tidak pernah hidup di dunia ini. Wallahu A’lam.


(Sumber Rujukan: Raudhah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin [Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu], karya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah)

4 PERKARA DIKATEGORI MUNAFIQ

GOLONGAN munafik wujud sejak zaman Rasulullah s.a.w lagi. Mereka berpura-pura mengikuti ajaran Islam tetapi hakikatnya hati mereka menyimpang daripada Islam.

Firman Allah bermaksud, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (wahai Muhammad), mereka berkata, “Kami mengakui bahawa sesungguhnya engkau sebenar-benarnya Rasul Allah’. Dan Allah sememangnya mengetahui bahawa engkau ialah Rasul-Nya, serta Allah menyaksikan bahawa sesungguhnya pengakuan mereka adalah dusta.” (Surah al-Munafiqun, ayat 1). Dalam al-Quran, Allah menerangkan dengan jelas perihal orang Munafik malah menamakan satu surah, al-Munafiqun bagi menggambarkan bahayanya golongan itu.

Pada zaman Rasulullah s.a.w, mereka sentiasa berdolak-dalih apabila diminta keluar untuk berjihad ke jalan Allah.

Allah s.w.t merakamkan keadaan ini menerusi firman-Nya yang bermaksud: “Dan juga dengan tujuan Ia hendak melahirkan dengan nyata akan orang yang munafik yang dikatakan kepada mereka. Marilah berperang pada jalan Allah (untuk membela Islam), atau pertahankanlah (diri, keluarga, dan harta benda kamu)”… Mereka menjawab: “ Sekiranya kami mengetahui bagaimana hendak berperang , tentulah kami mengikut kamu (turut berperang).” (Surah Ali ‘Imran, ayat 167). Ulama mengkelaskan golongan munafik kepada dua. Pertama, munafik I’tiqadi iaitu kepercayaan dalam hati. Mereka hanya beriman kepada Allah secara luaran.

Mereka hanya berlakon di khalayak ramai, tetapi mendustakan agama Allah yang dibawa Rasul-Nya.

Firman Allah bermaksud: “Dan di antara manusia ada yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari Akhirat; padahal mereka sebenarnya tidak beriman.” (Surah al-Baqarah, ayat 8). Golongan itu terkeluar daripada agama Allah.

Yang kedua disebut munafik ‘Amali iaitu yang berkaitan dengan perbuatan. Rasulullah s.a.w menjelaskan hal ini dalam hadisnya yang bermaksud: “Tanda orang munafik itu ada tiga; apabila berkata ia berdusta, dan apabila berjanji ia mungkir, dan apabila diberi amanah ia khianat.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam hadis yang lain, Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: “Ada empat perkara, sesiapa yang melakukannya maka ia adalah seorang munafik yang jelas. Sesiapa yang melakukan satu daripada empat perkara itu, maka ia mempunyai salah satu daripada sifat munafik hingga dia meninggalkannya iaitu apabila dipercayai ia khianat, apabila bercakap ia berdusta, apabila berjanji ia mungkir dan apabila bertengkar ia mengenepikan kebenaran (menegakkan benang yang basah).” (Hadis riwayat Bukhari). Secara fitrahnya, kita tidak akan terlepas daripada melakukan dosa dan kesalahan. Sudah tentu saban hari kita menuturkan kata-kata, membuat janji dan memikul amanah. Persoalannya, adakah kita melakukan perbuatan berkenaan dengan cara yang betul menurut kehendak Islam? Ataupun kita melakukan perbuatan itu mengikut cara orang munafik melakukannya? Persoalan ini hanya mampu dijawab dengan positif bagi mereka yang memiliki iman yang kukuh.