Tuesday, May 4, 2010

BAHAGIA HAKIKI

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih

Assalamualaikum dan salam sejahtera kepada pengunjung blog BISIKAN MUJAHIDAH. Semoga dalam rahmat dan keredhaan Allah Ta'ala hendaknya. Adakah anda bahagia sekarang? Untuk mendapatkan kebahagiaan, manusia sanggup buat apa sahaja. Tetapi kebahagian sebenar itu milik Allah. Beriman dan beramal soleh merupakan modal yang penting untuk mengecapi kebahagian. Pada kesempatan yang ada ini, saya ingin membawa para sahabat untuk membaca satu hadis daripada Baginda Rasulullah S.A.W. yang berbunyi:

"Kebahagian itu ada pada 4 perkara iaitu:
1- Isteri yang solehah.
2- Rumah yang luas.
3- Jiran yang baik.
4- Kenderaan yang baik."

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban R.A.

Dalam hadis lain, Nabi pernah menyatakan bahawa kemuncak kepada segala kebahagian ialah umur yang panjang dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala. Wallahu alam.

HALUSNYA RASULULLAH SAW DALAM BERDAKWAH

Perjuangan Islam itu sangat seni. Bukan semua orang nampak, sebab itu umat Islam huru hara di dunia ini. Berani dah ada, usaha gigih, mana ada umat Islam tak berjuang? semua gigih berjuang, ramai pula, tapi mana ada kejayaan? makin hina sebab berjuang tak ada seni. Sikit-sikit nak tembak orang, nak mengata orang, itu bukan seni.

Islam itu halus, dia punya seni. Siapa boleh buat yg seni-seni itu yang boleh mengetuk fitrah orang, boleh orang senang, tengok sahaja dah jatuh hati. Itulah watak benda yang seni. Kalau kita berjuang tak seni, macam kita dengar orang pukul besi, dengar sahaja tak larat, fikiran perasaan serabut pasal tak seni. Berjuang yang tak seni pukul pahat sana sini, akhirnya sakit jiwa.

Islam itu seni. Tengok bagaimana seninya Rasulullah SAW,

Contoh ke 1 :

Satu hari baginda bawa Sayidina Umar. Rasulullah tahu Umar ni siapa. Umar ni berani, jiwa kuat, sebelum masuk Islam dah pernah bunuh orang.

Satu hari Baginda ajak Umar pergi tengah padang pasir, ikut jelah tak payah tanya, Rasulullah bawa ke satu lembah, wadi. Di situ ada bangkai unta, kuda, kambing, kepala manusia pun ada, tengkorak manusia pun ada.

Rasulullah kata, “hai Umar apa kau lihat di sini, ini tempat busuk, bangkai binatang ada, manusia pun ada. Dulu mana ada undang bunuh, tangkap, bicara mana ada, bunuh campak sahaja”.

Bila Sayidina Umar lihat ada bangkai binatang dan manusia di situ, dia berkata pada Rasulullah, “ini bangkai wahai Rasulullah, campur antara bangkai manusia dan binatang”.
Rasulullah jawab, “inilah hakikat dunia, orang buru dunia senasib dengan yang kena buru”.

Ini seni. Mana ada tok guru yang ajar begini, kalau di masjid tok guru sekadar bersyarah , mana ada tok guru bawa murid lihat bangkai dan bersyarah depan bangkai tentang dunia?

Contoh ke 2 :

Berlaku juga di zaman Rasululah, orang-orang badwi yang baru peluk Islam, orang badwi ni tak faham adab, tak bertamaddun, walaupun dia masuk Islam tapi banyak lagi yg dia tak faham. Satu hari dia berada di masjid, dia kencing dalam masjid. Rasulullah ada sahabat-sahabat pun ada. Walaupun badwi itu juga seorang sahabat tapi dia baru dididik.

Sahabat-sahabat yang lain apabila melihat keadaan itu naik berang juga, sedangkan wahyu belum sempurna, sahabat ikut apa yg turun waktu itu. Banyak yang mereka tidak tahu lagi, sebab itu ada sahabat yang marah, sahabat nak bertindak. Tapi Rasulullah kata, “TAK APA, biarkan“. Kemudian Rasulullah yang cuci najis, buang, basuh, semua.

Itukan seni. Rasul tak marah, jadi sahabat-sahabat lain yang menyaksikan perbuatan Rasulullah itu terpukullah. Rasulullah bukan sahaja tidak marah malah tolong basuhkan pula.

Macamana tak berjaya Rasulullah didik orang? Jadi sahabat-sahabat lain pun terpukul sama dan yang terkencing itu pun turut insaf. Rasulullah tak marah, dia basuh. Jadi kedua-duanya terdidik. Sahabat menjadi tahu teknik berdakwah, yang terkencing itu insaf.

Sebenarnya Islam itu seni, kalau tak seni orang takkan boleh ikut.

Contoh ke 3 :

Satu hari Rasulullah bawa duit 2 dirham, baginda ke pasar. Di tengah jalan jumpa budak sedang menangis, rupanya dia adalah hamba pada seorang perempuan. Bila lihat budak itu menangis Rasulullah tanya mengapa.

Budak itu jawab, “saya dibekalkan oleh tuan saya duit 2 dirham nak beli sesuatu, tapi duit itu dah hilang, itu yg saya takut. Biasanya kalau saya salah kena pukullah”.

Bila mendengarnya Rasulullah pun terus bagi duit pada budak itu. Setelah selesai membeli belah budak itupun balik, di tepi jalan Rasulullah jumpa lagi budak itu menangis lagi. Lalu Rasullah bertanya, “mengapa menangis? kan saya dah bagi duit?”

Budak itu menjawab, “tadi saya menangis karena hilang duit, yang menangis kali ini karena saya terlewat nak balik, biasanya kena marahlah”. Lalu Rasullah berkata, “kalau begitu tak apalah, saya hantar”. Lalu Rasulullah pun hantarlah. Bila tuan dia tengok Rasulullah, dia pun malulah nak marah.

Kan seni tu? siapa boleh buat macam tu? Kita tengok budak tengah jalan compang camping tak pedulilah, menangis ke tak awak punya pasallah termasuk ulama. Itulah dakwah seni.

Contoh ke 4 :

Satu Hari Raya, Rasulullah nak ke masjid, dia lihat di tepi jalan ada budak-budak bermain-main dan ada sorang yang tak main tapi dia menangis, Rasulullah pun terus pergi kepada budak itu.

Rasulullah sangat sensitif perasaannya, nampak pelik sikit dia terus tanya, “mengapa awak menangis ni, orang lain sedang suka-suka main-main”. Dia pun cerita, “saya sedih ayah dah mati mak saya kahwin lain, ayah tiri biarkan saya, hari ini hari raya saya tak dapat pakaian macam kawan-kawan lain”.

Apa kata Rasulullah? Rasulullah kata, “kau nak tak aku jadi ayah kau, dan Aisyah jadi mak kau?”. Budak itu setuju. Lalu Rasulullah terus bawa balik ke rumah dan bagi pakaian baru padanya.

KECANTIKAN SEJATI..


Adalah kebahagiaan seorang lelaki ketika Allah menganugrahkannya seorang isteri yang apabila ia memandangnya, ia merasa semakin sayang. Kepenatan selama di luar rumah terkikis ketika memandang wajah istri yang tercinta. Kesenangan di luar tak menjadikan suami merasa jengah di rumah. Sebab surga ada di rumahnya; Baiti Jannati (rumahku surgaku).



Kebahagiaan ini lahir dari isteri yang apabila suami memandangnya, membuat suami bertambah kuat jalinan perasaannya. Wajah isteri adalah keteduhan, telaga yang memberi kesejukan ketika suami mengalami kegerahan. Lalu apakah yang ada pada diri seorang istri, sehingga ketika suami memandangnya semakin besar rasa sayangnya? Konon, seorang lelakig akan mudah terkesan oleh kecantikan wajah. Sempurnalah kebahagiaan seorang laki-laki jika ia memiliki isteri yang berwajah memikat.


Tapi keadaan ini segera dibantah oleh dua hal. Pertama, bantahan berupa fakta-fakta. Dan kedua, bantahan dari sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.


Konon, Christina Onassis, mempunyai wajah yang sangat cantik. Ia juga memiliki kekayaan yang sangat besar. Mendiang ayahnya meninggalkan harta warisan yang berlimpah, antara lain kapal pesiar pribadi, dan pulau milik pribadi juga. Telah beberapa kali menikah, tetapi Christina harus menghadapi kenyataan pahit. Seluruh pernikahannya berakhir dengan kekecewaan. Terakhir ia menutup kisah hidupnya dengan satu keputusan: bunuh diri.


Kecantikan wajah Christina tidak membuat suaminya semakin sayang ketika memandangnya. Jalinan perasaan antara ia dan suami-suaminya tidak pernah kuat.


Kasus ini memberikan ibroh kepada kita bahwa bukan kecantikan wajah secara fisik yang dapat membuat suami semakin sayang ketika memandangnya. Ada yang bersifat psikis, atau lebih tepatnya bersifat qalbiyyah!


Bantahan kedua, sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung.” (HR. bukhari, Muslim)


Hadist di atas sebagai penguat bahwa kesejukan ketika memandang sehingga perasaan suami semakin sayang, letaknya bukan pada keelokan rupa secara zhahir. Ada yang bersifat bathiniyyah.


Dengan demikian wahai saudariku muslimah, tidak mesti kita harus mempercantik diri dengan alat kosmetik atau dengan menggunakan gaun-gaun aduhai yang akhirnya akan membawa kita pada sikap berlebihan pada hal yang halal bahkan menyebabkan kita menjadi lalai dan meninggalkan segala yang bermanfaat dalam perkara-perkara akhirat, wal ‘iyadzubillah. Namun tidak berarti kita meninggalkan perawatan diri dengan menjaga fitrah manusia, dengan menjaga kebersihan, kesegaran dan keharuman tubuh yang akhirnya melalaikan diri dalam menjaga hak suami. Ada yang lebih berarti dari semua itu, ada yang lebih penting untuk kita lakukan demi mendapatkan cinta suami.


Sesungguhnya cinta yang dicari dari diri seorang wanita adalah sesuatu pengaruh yang terbit dari dalam jiwa dengan segala kemuliaannya dan mempunyai harga diri, dapat menjaga diri, suci, bersih, dan membuat kehidupan lebih tinggi di atas egonya.


Untuk itulah saudariku muslimah… Tuangkanlah di dalam dada dan hatimu dengan cinta dan kasih sayang serta tanamkanlah kemuliaan wanita muslimah seperti jiwamu yang penuh dengan kebaikan, perhatian serta kelembutan. Bukankah kita telah melihat contoh-contoh yang gemilang dari pribadi-pribadi yang kuat dari para shahabiyyah radiyallahu ‘anhunna…?

Janganlah engkau penuhi dirimu dengan ahlak yang selalu sedih dan gelisah, banyak pengaduan dan keluh kesah dan selalu mengancam, karena hal tersebut akan menggelapkan hatimu. Tersenyumlah untuk kehidupan. Seperti kuatnya para shahabiyyah dalam menghadapi kehidupan yang keras dan betapa kuatnya wanita-wanita yang lembut itu mempertahankan agamanya…


Perhiasan jiwa, itulah yang lebih utama. Yaitu sifat-sifat dan budi pekerti yang diajarkan Islam, yang diawali dengan sifat keimanan. Sebagaimana firman Allah, (yang artinya) “Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.” (QS. Al-Hujaraat: 7)


Apabila keimanan telah benar-benar terpatri dalam hati, maka akan tumbuhlah sifat-sifat indah yang menghiasi diri manusia, mulai dari Ketakwaan, Ilmu, Rasa Malu, Jujur, Terhormat, Berani, Sabar, Lemah Lembut, Baik Budi Pekerti, Menjaga Silaturrahim, dan sifat-sifat terpuji lainnya yang tidak mungkin disebut satu-persatu. Semuanya adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada hamba-hambanya agar dapat bahagia hidup di dunia dan akhirat.


Wanita benar-benar sangat diuntungkan, karena ia memiliki kesempatan yang lebih besar dalam hal perhiasan jiwa dengan arti yang sesungguhnya, yaitu ketika wanita memiliki sifat-sifat terpuji yang mengangkat derajatnya ke puncak kemuliaan, dan jauh dari segala sesuatu yang dapat menghancurkanya dan menghilangkan rasa malunya….!


Saudariku… jika engkau telah menikah, maka nasihat ini untuk mengingatkanmu agar engkau selalu menampilkan kecantikan dirimu dengan kecantikan sejati yang berasal dari dalam jiwamu, bukan dengan kecantikan sebab yang akan lenyap dengan lenyapnya sebab.


Saudariku… jika saat ini Allah belum mengaruniai engkau jodoh seorang suami yang sholeh, maka persiapkanlah dirimu untuk menjadi istri yang sholihah dengan memperbaiki diri dari kekurangan yang dimiliki lalu tutuplah ia dengan memunculkan potensi yang engkau miliki untuk mendekatkan dirimu kepada Yang Maha Rahman, mempercantik diri dengan ketakwaan kepada Allah yang dengannya akan tumbuh keimanan dalam hatimu sehingga engkau dapat menghiasi dirimu dengan akhlak yang mulia.


Saudariku… ini adalah sebuah nasihat yang apabila engkau mengambilnya maka tidak ada yang akan diuntungkan melainkan dirimu sendiri.

BIDADARI YANG CANTIK JELITA

Mereka sangat cangat cantik, memiliki suara-suara yang indah dan berakhlaq yang mulia. Mereka mengenakan pakaian yang paling bagus dan siapapun yang membicarakan diri mereka pasti akan digelitik kerinduan kepada mereka, seakan-akan dia sudah melihat secara langsung bidadari-bidadari itu. Siapapun ingin bertemu dengan mereka, ingin bersama mereka dan ingin hidup bersama mereka.

Semuanya itu adalah anugrah dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan sifat-sifat terindah kepada mereka, yaitu bidadari-bidadari surga.Subhanahu wa Ta’ala mensifati wanita-wanita penghuni surga sebagai kawa’ib, jama’ dari ka’ib yang artinya gadis-gadis remaja. Yang memiliki bentuk tubuh yang merupakan bentuk wanita yang paling indah dan pas untuk gadis-gadis remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari, karena kulit mereka yang indah dan putih bersih. Aisyah RadhiAllohu anha pernah berkata: “warna putih adalah separUh keindahan”


Bangsa Arab biasa menyanjung wanita dengan warna puith. Seorang penyair berkata:

Kulitnya putih bersih gairahnya tiada diragukan
laksana kijang Makkah yang tidak boleh dijadikan buruan
dia menjadi perhatian karena perkataannya lembut
Islam menghalanginya untuk mengucapkan perkataan jahat


Al-’In jama’ dari aina’
, artinya wanita yang matanya lebar, yang berwarna hitam sangat hitam, dan yang berwarna puith sangat putih, bulu matanya panjang dan hitam. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik, yaitu wanita yang menghimpun semua pesona lahir dan batin. Ciptaan dan akhlaknya sempurna, akhlaknya baik dan wajahnya cantk menawan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang suci. Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci.” (QS: Al-Baqarah: 25)


Makna dari Firman diatas adalah mereka suci, tidak pernah haid, tidak buang air kecil dan besar serta tidak kentut. Mereka tidak diusik dengan urusan-urusan wanita yang menggangu seperti yang terjadi di dunia. Batin mereka juga suci, tidak cemburu, tidak menyakiti dan tidak jahat. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang dipingit di dalam rumah. Artinya mereka hanya berhias dan bersolek untuk suaminya. Bahkan mereka tidak pernah keluar dari rumah suaminya, tidak melayani kecuali suaminya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang tidak liar pandangannya. Sifat ini lebih sempurna lagi. Oleh karena itu bidadari yang seperti ini diperuntukkan bagi para penghuni dua surga yang tertinggi. Diantara wanita memang ada yang tidak mau memandang suaminya dengan pandangan yang liar, karena cinta dan keridhaanyya, dan dia juga tidak mau memamndang kepada laki-laki selain suaminya, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair: Ku tak mau pandanganmu liar ke sekitar jika kau ingin cinta kita selalu mekar.


Di samping keadaan mereka yang dipingit di dalam rumah dan tidak liar pandangannnya, mereka juga merupakan wanita-wanita gadis, bergairah penuh cinta dan sebaya umurnya. Aisyah RadhiAllohu anha, pernah bertanya kepad Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, yang artinya: “Wahai Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, andaikata engkau melewati rerumputan yang pernah dijadikan tempat menggembala dan rerumputan yang belum pernah dijadikan tempat menggambala, maka dimanakah engkau menempatkan onta gembalamu?” Beliau menjawab,”Di tempat yang belum dijadikan tempat gembalaan.” (Ditakhrij Muslim) Dengan kata lain, beliau tidak pernah menikahi perawan selain dari Aisyah.


Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepada Jabir yang menikahi seorang janda, yang artinya: “Mengapa tidak engkau nikahi wanita gadis agar engkau bisa mencandainya dan ia pun mencandaimu?” (Diriwayatkan Asy-Syaikhany)


Sifat bidadari penghuni surga yang lain adalah Al-’Urub, jama’ dari al-arub, artinya mencerminkan rupa yang lemah lembut, sikap yang luwes, perlakuan yang baik terhadap suami dan penuh cinta. Ucapan, tingkah laku dan gerak-geriknya serba halus.


Al-Bukhary berkata di dalam Shahihnya, “Al-’Urub, jama’ dari tirbin. Jika dikatakan, Fulan tirbiyyun”, artinya Fulan berumur sebaya dengan orang yang dimaksudkan. Jadi mereka itu sebaya umurnya, sama-sama masih muda, tidak terlalu muda dan tidak pula tua. Usia mereka adalah usia remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan mutiara yang terpendam, dengan telur yang terjaga, seperti Yaqut dan Marjan. Mutiara diambil kebeningan, kecemerlangan dan kehalusan sentuhannya. Putih telor yang tersembunyi adalah sesuatu yang tidak pernah dipegang oleh tangan manusia, berwarna puith kekuning-kuningan. Berbeda dengan putih murni yang tidak ada warna kuning atau merehnya. Yaqut dan Marjan diambil keindahan warnanya dan kebeningannya.


Semoga para wanita-wanita di dunia ini mampu memperoleh kedudukan untuk menjadi Bidadari-Bidadari yang lebih mulia dari Bidadari-Bidadari yang tidak pernah hidup di dunia ini. Wallahu A’lam.


(Sumber Rujukan: Raudhah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin [Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu], karya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah)

4 PERKARA DIKATEGORI MUNAFIQ

GOLONGAN munafik wujud sejak zaman Rasulullah s.a.w lagi. Mereka berpura-pura mengikuti ajaran Islam tetapi hakikatnya hati mereka menyimpang daripada Islam.

Firman Allah bermaksud, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (wahai Muhammad), mereka berkata, “Kami mengakui bahawa sesungguhnya engkau sebenar-benarnya Rasul Allah’. Dan Allah sememangnya mengetahui bahawa engkau ialah Rasul-Nya, serta Allah menyaksikan bahawa sesungguhnya pengakuan mereka adalah dusta.” (Surah al-Munafiqun, ayat 1). Dalam al-Quran, Allah menerangkan dengan jelas perihal orang Munafik malah menamakan satu surah, al-Munafiqun bagi menggambarkan bahayanya golongan itu.

Pada zaman Rasulullah s.a.w, mereka sentiasa berdolak-dalih apabila diminta keluar untuk berjihad ke jalan Allah.

Allah s.w.t merakamkan keadaan ini menerusi firman-Nya yang bermaksud: “Dan juga dengan tujuan Ia hendak melahirkan dengan nyata akan orang yang munafik yang dikatakan kepada mereka. Marilah berperang pada jalan Allah (untuk membela Islam), atau pertahankanlah (diri, keluarga, dan harta benda kamu)”… Mereka menjawab: “ Sekiranya kami mengetahui bagaimana hendak berperang , tentulah kami mengikut kamu (turut berperang).” (Surah Ali ‘Imran, ayat 167). Ulama mengkelaskan golongan munafik kepada dua. Pertama, munafik I’tiqadi iaitu kepercayaan dalam hati. Mereka hanya beriman kepada Allah secara luaran.

Mereka hanya berlakon di khalayak ramai, tetapi mendustakan agama Allah yang dibawa Rasul-Nya.

Firman Allah bermaksud: “Dan di antara manusia ada yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari Akhirat; padahal mereka sebenarnya tidak beriman.” (Surah al-Baqarah, ayat 8). Golongan itu terkeluar daripada agama Allah.

Yang kedua disebut munafik ‘Amali iaitu yang berkaitan dengan perbuatan. Rasulullah s.a.w menjelaskan hal ini dalam hadisnya yang bermaksud: “Tanda orang munafik itu ada tiga; apabila berkata ia berdusta, dan apabila berjanji ia mungkir, dan apabila diberi amanah ia khianat.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam hadis yang lain, Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: “Ada empat perkara, sesiapa yang melakukannya maka ia adalah seorang munafik yang jelas. Sesiapa yang melakukan satu daripada empat perkara itu, maka ia mempunyai salah satu daripada sifat munafik hingga dia meninggalkannya iaitu apabila dipercayai ia khianat, apabila bercakap ia berdusta, apabila berjanji ia mungkir dan apabila bertengkar ia mengenepikan kebenaran (menegakkan benang yang basah).” (Hadis riwayat Bukhari). Secara fitrahnya, kita tidak akan terlepas daripada melakukan dosa dan kesalahan. Sudah tentu saban hari kita menuturkan kata-kata, membuat janji dan memikul amanah. Persoalannya, adakah kita melakukan perbuatan berkenaan dengan cara yang betul menurut kehendak Islam? Ataupun kita melakukan perbuatan itu mengikut cara orang munafik melakukannya? Persoalan ini hanya mampu dijawab dengan positif bagi mereka yang memiliki iman yang kukuh.

Tuesday, March 16, 2010

Akhlak Anak cermin Ibu Bapa BERIMAN



">Anak merupakan permata hati bagi kedua ibubapanya. Kehadiran anak-anak adalah penyeri dalam kehidupan sepasang insan yang bergelar suami isteri. Justeru itulah orang Melayu mengungkapkan anak sebagai ‘cahayamata’ yang sudah tentu melambangkan kekudusan perasaan dan ikatan jiwa antara ibubapa dan anaknya. Kelahiran cahayamata sulung biasanya ditatang dengan penuh belaian kasih sayang dan perhatian yang tidak berbelah bahagi. Kenakalan anak-anak biasanya menjadi sumber kemarahan ibu bapa dan anak-anak yang masih kecil tidak berdosa biasanya menjadi tempat melepaskan geram setelah seharian keletihan mengemaskan rumah atau sibuk di pejabat.

Hadith Rasulullah saw “Setiap anak dilahirkan atas fitrah, terpulanglah kepada ibubapa untuk mencorakkannya samada meyahudikannya, memajusikannya atau menasranikannya”. Hadith ini dengan jelasnya meletakkan tanggungjawab pendidikan anak-anak di bahu ibubapa dan bukannya datuk, nenek, saudara mara ataupun guru. Dengan ini ibubapa tidak boleh berlepas tangan menyerahkan pendidikan akhlak ataupun hal-hal pendisiplinan anak-anak kepada pembantu rumah, pengasuh ataupun guru-guru sahaja. Sementara itu pepatah Melayu yang tidak lekang dik panas serta menjadi ingatan sepanjang zaman: Melentur buloh biarlah secari rebung. Pendidikan dan pembentukan keperinadian anak anak hendaknya bernula sedari kecil lagi. Mesti dilakukan oleh kedua duanya sekali, bukan ibu seorang dan bukan juga bapa seorang.

Bagaimana mendidik anak supaya menjadi seorang yang berakhlak mulia, penyantun serta berbudi bahasa dalam usia anak yang masih mentah. Pertama sekali, ibubapa perlulah berusaha untuk memenuhi hak-hak asasi anak seperti yang telah digariskan oleh Islam. Menurut Prof Abdul Rahim Omran, terdapat 10 hak-hak asasi seorang anak iaitu;
1. hak untuk hidup
2. hak untuk mempunyai genetik yang sahih (anak yang dilahirkan dari ibubapa yang sah pernikahannya)
3. hak untuk mempunyai nama yang baik
4. hak untuk mendapat belaian kasih sayang, perlindungan dan penyusuan ibu
5. hak untuk mendapat tempat tidur yang berasingan
6. hak untuk mendapat pendidikan dan ilmu pengetahuan
7. hak untuk dibesarkan di dalam suasana Islam
8. hak untuk mendapatkan setiap sesuatu yang dibelanjakan untuknya dari sumber yang halal
9. hak untuk mempelajari kemahiran hidup dan pertahanan diri
10. hak untuk mendapat layanan yang saksama tanpa mengira jantina atau gender

Jika diteliti dengan begitu halus, apa yang telah digariskan oleh Prof Omran mencakupi keperluan segala aspek-aspek fizikal, mental, emosi dan rohani mahupun maruah diri seseorang individu. Hak yang pertama dan kedua yang digariskan di atas menuntut agar pemuda dan pemudi Islam hari ini tidak berzina sehingga menyebabkan lahirnya anak luar nikah. Anak yang dikurniakan oleh Allah kepada ibubapa adalah sebagai amanah yang memerlukan pertanggungjawaban yang besar. Anak bukanlah hakmilik mutlak ibubapa sehingga ada yang sanggup memperlakukan anak dengan sesuka hati sehingga terjadilah fenomena sumbang mahram, haruan makan anak atau ibu yang sanggup melacurkan anaknya demi mengejar kemewahan hidup.

Dewasa ini kita seringkali dikejutkan dengan kes-kes anak-anak di bangku sekolah yang sudah mula terlibat dengan pelbagai perlakuan jenayah daripada mencuri dan mengugut sehinggalah kepada merogol dan membunuh. Kes-kes ini sangatlah menyayat hati kita sebagai masyrakat yang prihatin dan penyayang. Persoalannya ke manakah perginya ibu bapa kanak-kanak ini? Kebanyakan anak-anak yang dibesarkan dalam suasana yang ekstrim tanpa kasih sayang yang secukupnya akan mudah terlibat dengan gejala-gejala yang merosakkan akhlak. Kasih sayang yang berlebihan juga boleh menyebabkan anak menjadi buta lantas tidak tahu membezakan antara yang baik dan buruk lantaran kehendaknya tidak pernah dibantah atau tindakannya tidak diambil peduli.

Masyarakat seringkali menyalahkan ibubapa sekiranya berlaku perkara-perkara sedemikian. Si bapa pula akan menyalahkan ibu yang menurutnya bertanggungjawab sepenuhnya mendidik anak-anaknya. Sebenarnya kedua-dua ibubapa adalah bertanggungjawab terhadap pendidikan anak-anak. Sikap saling menyalahkan antara satu sama lain sangat merugikan kerana ia tidak menyelesaikan apa-apa masalah.

Al Qur’an menjelaskan bahawa peranan mendidik anak terletak pertama-tamanya di atas bahu seorang bapa manakala ibu sebagai pendokong dan penyokong utamanya. Ini dinukilkan di dalam surah Luqman,ayat 13: “Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu dia memberi pelajaran kepada anaknya : Hai anakku, janganlah nkamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar benar kezaliman yang besar.”. Disini Luqman sebagai seorang bapa, telah memulakan mendidik anaknya dengan memperkenalkannya kepada Allah swt, Pencipta dan Pemilik alam ini. Seterusnya Luqman ( mewakili kaum ‘bapa’) mengajarkan anaknya tentang bahaya syirik dan menasihatkan anaknya tentang beberapa tatacara akhlak yang mulia. Nah, begitulah betapa besarnya perananan kaum bapa dan ini menunjukan bapa memang tidak boleh lepas tangan dalam pembinaan sahsiah anak anak. Dalam perubahan struktur keluarga di zaman ini (dimana kaum ibu juga sama-sama mencari nafkah), tugas bapa bukanlah setakat mencari nafkah untuk keluarga semata mata tetapi harus aktif dan berganding bahu sebagai ibubapa yang berpadu tenaga untuk mengenalkan anak kepada aqidah Islam yang mantap. Keutuhan aqidah inilah yang akan menjamin kemuliaan akhlak anak-anak remaja Islam seperti mana kerapuhan aqidah boleh membawa kepada kegelinciran dari nilai hidup Islam.

Di dalam hal ini Dr. Abdullah Nasih Ulwan di dalam bukunya Tarbiyyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak-anak Di dalam Islam) telah merakamkan tujuh tanggungjawab pendidikan iaitu;
1. Tanggungjawab pendidikan keimanan (aqidah)
2. Tanggungjawab pendidikan akhlak
3. Tanggungjawab pendidikan jasmani
4. Tanggungjawab pendidikan mental
5. Tanggungjawab pendidikan rohani
6. Tanggungjawab pendidikan sosial
7. Tanggungjawab pendidikan seks

Dalam kesibukan mengejar kehidupan dunia moden hari ini, ibubapa harus juga tidak ketinggalan menyediakan diri sebagai ibubapa yang berketrampilan. Sebenarnya persiapan ini haruslah bermula semenjak seorang lelaki dan wanita itu bercita-cita hendak mendirikan rumahtangga. Persiapan yang sering ditekankan dan digembar-gemburkan oleh pihak media hanyalah bersifat superfisial iaitu persiapan fizikal seperti hantaran, maskahwin, membeli kereta, rumah dan sebagainya. Tanpa menafikan kepentingan persiapan fizikal, persiapan yang lebih penting untuk melayari kehidupan berumahtangga seterusnya ialah persiapan mental dan emosi. Ramai pemuda dan pemudi Islam yang memasuki alam rumahtangga tanpa persediaan mental dan emosi yang secukupnya menyebabkan mereka tidak berkemampuan menghadapi konflik yang timbul yang mengakibatkan perkahwinan dan keluarga bahagia yang diidam-idamkan berakhir dengan perceraian ataupun menyebabkan sebelah pihak mengalami penderitaan emosi dan mental.

Ibubapa seringkali lalai dari mengingati bahawa sesungguhnya segala tindak tanduk mereka menjadi tontonan dan cerminan anak-anak. Ibubapa kerapkali leka bahawa segala tindakan mereka di hadapan anak-anak adalah sebenarnya ‘didikan’ kepada anak itu sendiri. Ini bermakna bahawa tingkahlaku ibubapa yang garang, pemurah, pemaaf dan sebagainya telah mendidik anak-anak supaya bersikap dengan sikap yang serupa di mana sahaja dan dengan sesiapa sahaja. Sebab itu tidak hairanlah sekiranya anak-anak meniru perkataan-perkataan yang baik mahupun buruk yang terhambur dari mulut ibubapa mereka. Ini juga merupakan satu cabaran yang besar kepada para ibubapa agar mereka membiasakan melatih diri dengan akhlak Islam yang mulia demi pembentukan generasi akan datang yang juga berakhlak mulia.

Akhirnya, semoga para ibubapa dan pendidik sekalian dapat mempertingkatkan iltizam di dalam mendidik cahayamata masing-masing dengan merenung mafhum Hadis Rasulullah s.a.w di bawah;
“Sesungguhnya Allah akan bertanya setiap penanggungjawab akan tanggungjawabnya, apakah dia telah memeliharanya ataupun mensia-siakannya” (Riwayat Ibnu Hibban).

Tanggungjawab anak berbakti kpd Ibu



'SYURGA itu di bawah tapak kaki ibu.’ Begitulah tingginya martabat ibu dan dalamnya makna kata-kata berkenaan yang sangat sinonim serta mudah difahami setiap orang, terutama anak.

Banyak lagi kata mengenai martabat seorang ibu antaranya, ‘cinta ibu tidak pernah lapuk’, ‘cinta ibu adalah yang paling baik daripada segalanya’ dan ‘di sisi ibu adalah tempat yang paling ahlan.’ Semuanya membuktikan kemurnian cinta ibu.

Anak perlu sentiasa mengingati pengorbanan ibu. Mereka boleh memohon maaf kepada ibu yang masih ada serta memberikan hadiah bersesuaian kepada ibu yang mereka kasihi dan sayangi.

Justeru, wanita diamanahkan Allah s.w.t sebagai ibu yang hamil dan melahirkan anak iaitu tanggungjawab paling asas dan penting.
Persediaan untuk menjadi ibu mesti difahami sepenuhnya oleh anak betapa besarnya jasa dan pengorbanan ibu.

Memang patutlah Allah menyuruh kita taat kepada ibu tiga kali lebih daripada bapa disebabkan jasa ibu lebih banyak.

Walaupun bapa juga banyak berkorban untuk membesarkan anak, tetapi pengorbanan ibu hingga menggadai nyawanya.

Antara firman Allah bermaksud: “Dan Kami (Allah) mewajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya. Ibunya mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung hingga menyusukannya); dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun; (oleh yang demikan) bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapamu; dan (ingatlah) kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan).” (Surah Al-Luqman: 14)

Daripada firman itu, Allah memperincikan beberapa perkara yang wajib disedari iaitu anak diwajibkan berbuat baik kepada ibu bapa, terutama kepada ibu.

Ibu juga menanggung kelemahan demi kelemahan ketika mengandung hingga anak bercerai susu. Manusia juga wajib bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada ibu bapa.

Faktor yang penting dalam berbuat baik kepada ibu bapa ialah anak jangan sesekali menyakiti hati mereka. Ingatlah kepada sebuah hadis Rasulullah s.a.w bermaksud: “Syurga itu di bawah tapak kaki ibu.” (Hadis riwayat Abu Daud dan An-Nasai)

Anak perlu melaksanakan kewajipan dan tanggungjawabnya kepada ibu bapa dengan menjaga dan melayani mereka yang tua dan uzur.

Gunakanlah bahasa yang lemah lembut dan bersopan dengan mereka.

Tanggungjawab anak terhadap ibu bapa boleh dilakukan dengan berbuat baik kepada mereka dengan berbakti dan berkhidmat kepada kedua-duanya sewaktu mereka masih hidup iaitu ketika sihat atau sakit atau sesudah meninggal dunia.

Firman Allah maksudnya: “Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa.” (An-Nisa:36)

Seseorang anak tidak hanya dituntut melayani dan menghormati ibu bapa sekadar berbudi bahasa, malah digalakkan memberi sumbangan kewangan bagi meringankan beban kehidupan mereka.

Inilah hadiah yang paling bermakna daripada seseorang anak yang dilakukan sepanjang masa.

Anak juga digalakkan berdoa dan memohon keampunan terhadap dosa ibu bapa ketika waktu hidup atau setelah meninggal dunia.

Selain itu, mereka dituntut menunaikan amanah dan melaksanakan wasiat serta segala hutang piutang sewaktu masih hidup sama ada berkaitan dengan ibadat fardu ain seperti ibadat puasa, haji dan zakat.

Digalakkan juga mengerat dan menghubungkan silaturahim dengan sahabat dan teman baik ibu bapa ketika hidup atau selepas mereka meninggal dunia.

Seorang anak hendaklah sentiasa berhati-hati dan waspada ketika berkata-kata dan perbuatan supaya jangan sampai menyakiti hati ibu bapa, terutama sekali ibu.

Ketika memelihara ibu atau bapa yang tua dan uzur, seseorang anak hendaklah bersikap sabar dan tabah.

Memang tidak dapat dielakkan pelbagai perangai dan ragam mereka yang tidak menyenangkan, termasuk pemarah, meminta layanan baik dan menyucikan najisnya.

Semuanya ini adalah ujian dan dugaan yang menuntut kesabaran dan balasannya adalah syurga.

Dalam hubungan ini, Rasulullah pernah bersabda bermaksud: “Tidaklah seseorang anak itu membalas jasa ibu bapanya sehingga apabila mendapati ibu bapanya itu menjadi hamba orang, maka dibelinya dan dimerdekakanya.” (Hadis riwayat Muslim daripada Abu Hurairah)

Friday, January 15, 2010

HAWA...



Hawa....
Sadarkah engkau sebelum datangnya sinar islam , kita dizalimi ,hak kita
dicerobohi , kita ditanam hidup - hidup , tiada penghormatan walau secebis
oleh kaum adam , tiada nilai dimata adam ,kita hanya sebagai alat untuk
memuaskan nafsu mereka .
Tapi kini bila rahmat islam menyelubungi alam , bila sinar islam berkembang
, derajat kita diangkat , maruah kita terpelihara , kita dihargai dan
dipandang mulia , dan mendapat tempat disisi Allah sehingga tiada sebaik -
baik hiasan didunia ini melainkan wanita solehah .

Wahai Hawa...
Kenapa engkau tak menghargai nikmat iman dan islam itu
Kenapa mesti engkau kaku dalam mentaati dalam ajaranNya
Kenapa masih segan mengamalkan isi kandungannya dan kenapa masih ragu dalam
mematuhi perintahNya ?

Wahai Hawa ..
Tangan yang menggoncang buaian boleh menggoncang dunia
Sadarlah hawa kau dapat menggoncangkan dunia dengan melahirkan manusia
yang hebat yakni yang soleh dan solehah
Kau bisa menggegar dunia dengan menjadi istri yang taat serta memberi
dorongan dan sokongan pada suami yang sejati dalam menegakkan islam di mata
dunia ,

Tapi Hawa...
Jangan sesekali kau coba menggoncang keimanan lelaki dengan lembut tuturmu
, dengan ayu wajahmu , dengan lenggok tubuhmu , jangan kau menghentak -
hentak kakimu untuk menyatakan kehadiranmu

Jangan Hawa ...
Jangan sesekali coba menarik perhatian kaum adam yang bukan suami .
Jangan sesekali menggoda lelaki yang bukan suamimu , karena aku khawatir ia
mengundang kemurkaan dan kebencian Allah .
Dan memberi kegembiraan pada syaitan karena wanita adalah jala syeitan ,
alat yang diekplotasikan oleh syeitan untuk menyesatkan adam .

Hawa ..
Andai engkau masih remaja , jadilah anak yang soleh begi ibu bapakmu ,
Andai engkau sudah bersuami jadilah istri yang meringankan beban suammimu ,
Andai engkau seorang ibu didiklah anakmu sampai ia tak gentar
memperjuangkan
ad-adien Allah .

Hawa ...
Andai engkau belum menikah , jangan engkau risau akan jodohmu ,
Ingatlah hawa janji Tuhan kita , wanita yang baik adalah untuk lelaki yang
baik .
Jangan engkau menggadaikan maruahmu hanya semata - mata karena seorang
lelaki,
Jangan engkau memakai pakaian yang menampakkan yang menampakkan susuk
tubuhmu hanya untuk menarik perhatian dan memikat kaum lelaki , karena kau
bukan memancing hatinya tapi merangsang nafsunya .

Hawa ..
Jangan memulakan pertemuan dengan lelaki yang bukan muhrim
Karena aku khawatir dari mata turun kehati , dari senyuman membawa kesalam
, dari salam cenderung kepada pertemuan ...takut lahirnya nafsu kejahatan
yang menguasai diri .

Hawa ...
Lelaki yang baik tidak melihat paras rupa
Lelaki yang soleh tidak memilih wanita karena keseksiannya .
Lelaki yang warak tidak menilai wanita melalui keayuannya , kemanjaannya
serta kemampuannya menggoncang keimanan mereka

Tetapi Hawa..
Lelaki yang baik akan menilai wanita melalui akhlaknya , pribadinya , dan
ad-diennya .
Lelaki yang baik tidak menginginkan sebuah pertemuan dengan wanita yang
bukan muhrimnya , karena ia takut memberi kesempatan pada syeitan untuk
menggodanya
Lelaki yang warak juga tak mau bermain dengan cinta sebabnya dia tahu apa
tujuan dalam sebuah hubungan antara lelaki dan wanita yakni PERNIKAHAN

Oleh itu Hawa ..
Jagalah pandanganmu
Jagalah pakaianmu
Jagalah akhlakmu
Kuatkan pendirianmu
Andai kata ditakdirkan tiada cinta dari Adam untukmu,
Cukuplah hanya cinta Allah menyinari dan memenuhijiwamu
Biarlah hanya cinta ibu bapakmu yang memberi kehangatan kebahagiaan buat
dirimu
Cukuplah sekadar cinta adik beradik serta keluarga yang akan
membahagiakanmu .

Hawa ..
Cintailah Allah dikala susah dan senang , karena engkau akan memperolehi
cinta dari insan yang juga mencintai Allah .
Cintailah kedua ibubapamu karena kau akan memperolehi keredhaan Ilaahi
Cintailah keluargamu karena tiada cinta selain cinta keluarga ..

Hawa...
Ingatanku yang terakhir . biarlah tangan yang menggoncang buaian ini dapat
menggoncangkan dunia dalam mencari keridhoan Ilahi

Suatu saat ada yang harus pergi
Suatu saat ada yang akan datang
Mungkin yang pergi takkan kembali
Dan mungkin yang datang hanya sebentar .....

Jujur Dibalas Nikmat..Curang dibalas Derita



Untuk mencapai kecemerlangan kita memerlukan hati yang
bulat, begitu juga untuk bahagia, kita memerlukan hati
yang satu, sama ada telah kita berikan kepada
seseorang atau masih kita simpan sendiri.


Biar kepada sesiapa hati itu telah diberikan, pasti
pemberian itu ikhlas sebab pulangannya serupa. Jika
anda memberikan hati separuh-separuh, anda akan
mendapat separuh; jika anda memberikan kesemuanya,
anda akan mendapat kesemuannya semula.

Cinta yang tulus memang memerlukan pengorbanan. Salah
satu pengorbanan yang perlu dilakukan ialah memberikan
hati. Berikanlah keseluruhan hati anda terhadap orang
yang anda cintai itu, Tak usah reserve untuk orang
lain, nanti anda juga mendapat sebahagian hatinya
saja.

Jujur, balasannya nikmat; sebaliknya curang balasannya
derita. Sifir hidup ini mudah. Baik balasannya baik
manakala buruk dibalas buruk. Jika anda bermain-main
dengan hati, anda juga akan dipermainkan oleh hati.
Jujurlah dengan hati sebab kebahagiaan kita letaknya
di situ. Hati yang tidak tenang bermula daripada hati
yang dicebis-cebiskan untuk diberikan kepada ramai
orang, yang sebenarnya tidah berhak terhadapnya.

Hati seorang isteri seharusnya berada seratus peratus
di dalam diri suaminya. Manakala hati seorang suami
seharusnya berada sepenuhnya dalam diri isteri.
Masing-masing tidak boleh reserve walau secebis untuk
orang lain. Berbuat begitu bererti sengaja mencarik
bahagia. Teori bahagia ialah memiliki sepenuh hati
atau memberikannya sepenuh hati. Berada di
tengah-tengah bererti sengaja menyusahkan diri dengan
rasa-rasa tidak selesa.

"Hatimu untuk siapa?" Sebenarnya satu pertanyaan yang
perlu ditanyakan oleh setiap orang terhadap dirinya
sendiri. Benarkah hatinya telah diberikan sepenuhnya
untuk orang yang berhak, atau berkecai dan kini berada
di dalam diri ramai orang yang tidak sepatutnya
menerima?

Setiap kita memerlukan jawapan jujur sebab kedudukan
hati kita hanya kita yang tahu keadaan dan statusnya.
Jujurlah dalam memberikan jawapan. Kejujuran anda
memang bermula daripada hati yang betul. Jika anda
telah mencemamaikan hati dan selalu tidak berlaku
jujur terhadapnya, anda sukar memberikan jawapan
setulusnya.

Jadilah seperti serikandi tatkala membulat hati untuk
berjuang. Tiada apa-apa lagi buat dirinya kecuali
keseluruhan hatinya telah diberikan untuk matlamat
perjuangan. Jika anda telah bergelar isteri, saatnya
untuk memberikan sepenuh hati pada sang suami; biarpun
dia seorang penagih, tidak bertanggungjawab, malahan
curang. Sebab setelah anda merelakan diri untuk
menerima seseorang keseluruhan diri anda adalah
miliknya.

Dia bukan suami yang baik, itu urusan dia dengan
TUHAN-nya; dia bukan seorang suami yang soleh, itu
urusan dia dengan TUHAN-nya; dia seorang suami yang
zalim, tidak bertimbang rasa, curang, kaki perempuan,
itu urusan dia dengan TUHAN-nya.

Anda tidak sedikit pun akan dipertanggunjawabkan
terhadap semua kekalutannya, tapi anda akan
bertanggungjawab terhadap hati anda yang sewajibnya
anda berikan seratus peratus pada dia.

"Hatimu untuk siapa?" Sebuah epilog cinta dari dua
insan yang saling memerlukan. Sama ada anda merelakan
ia berpindah ke insan lain, atau anda simpan sendiri
itu hak anda yang tiada siapa dapat mempertikaikannya,
namun sekiranya hati itu hendak diberikan kepada
seseorang, biarlah seseorang itu insan yang betul
kerana jika insan yang salah menerimanya, anda akan
terus bersalah.

Fikir, renung dan tengok.

BERKAHWIN KETIKA BELAJAR MELANGGAR ADAT?



Kahwin ketika menuntut melanggar adat ??? Sudah pasti persoalan ini mendapat pelbagai reaksi mahasiswa. Ia mengundang pelbagai saranan dan pendapat yang berbentuk pro dan kontra dari segenap lapisan penuntut. Sebelum kita pergi lebih jauh dalam meneroka tajuk yang diperbincangkan, terlebih dahulu perlu kita fahami dan dalami apakah adat dan adat yang bagaimanakah perlu untuk kita ikuti. Menurut kamus Al-Mu’jam Al-Arabi Al-Asasi adat secara ringkas ialah suatu amalan yang menjadi kebiasaan dan tidak perlu lagi difikirkan sebab musabbabnya serta diwarisi turun- temurun.
Dalam hal ini kita menghadapi persoalan adakah kita boleh membuat perhukuman semata-mata berdasarkan adat? Sayyid Qutub menjelaskan dalam tafsir zilal bahawa salah satu cabang syirik ialah membuat perhukuman berdasarkan arus u’ruf (adat kebiasaan) yang telah mendominasi sesebuah masyarakat.
Perkahwinan ketika menuntut yang menjadi perbahasan kita kali ini sebenarnya boleh dibahagikan kepada dua kategori, iaitu mahasiswa melangsungkan perkahwinan sama ada di Mesir ataupun di tanah air. Mungkin perbahasan lebih hangat ketika membincang persoalan perkahwinan yang dilangsungkan di perantauan berbanding di tanah air. Demikian juga dengan berkahwin ketika menuntut sama ada menuntut di dalam negara ataupun di luar negara. Perkahwinan yang berlangsung di tanah air setelah mendapat restu kedua orang tua ketika masih menuntut bukan menjadi topik yang perlu dicernakan di sini. Perbahasan kita berkisar dalam skop yang lebih khusus iaitu dalam konteks pengajianr.
Senario berkahwin ketika masih dalam tempoh pengajian sememangnya sudah menjadi trend bagi penuntut yang belajar di luar negara. Dan ini didorong oleh pelbagai faktor sama ada luaran mahupun dalaman. Menyentuh persoalan kahwin ketika menuntut adalah persoalan peribadi dan nas syara’ juga ada menyebut bahawa hukum berkahwin berbeza dari satu tahap kepada tahap yang lain mengikut keperluan masing-masing. Kita perlu melihat persoalan kahwin di dalam skop yang lebih luas dan menyingkap pelbagai sudut. Sebagai golongan agama yang berpengajian tinggi, serta mendalami hukum hakam, kita tidak begitu berminat untuk mempertahankan adat yang tidak ada kena mengena dengan syara’ sebaliknya hanya adat yang bersandarkan syara’ yang perlu kita pertahankan.
Penuntut-penuntut yang berada di dalam negara dan penuntut yang belajar di luar negara sudah pasti keperluan masing masing berbeza. Terutama bagi golongan wanita yang memerlukan perlindungan dan sokongan. Lebih-lebih lagi pada saat umur sudah meningkat, apakah yang lebih diutamakan, adakah masih mahu mempertahankan adat yang tak tahu hujung pangkal. Jika sudah cukup keperluan di segi kewangan serta mendapat keizinan kedua orang tua, eloklah disegerakan. Golongan wanita yang berjauhan dengan keluarga, hidup di perantauan sebenarnya sentiasa terdedah kepada pelbagai risiko yang tidak diduga. Menyingkap permasalahan berkahwin diwaktu belajar, kami ingin membawa saudara membuka minda meneliti skop pembahasan ilmiah berdasar sunnah nabawiyyah yang bercerminkan wahyu Ilahi .
Berkaitan dengan fenomena ini keadaan seseorang manusia terbahagi kepada empat :-

1) Golongan yang sangat ghairah untuk mendirikan rumah tangga dan mereka memiliki kemampuan material, maka disunatkan bagi mereka agar berkahwin. .
2) Golongan yang tiada perasaan ghairah untuk berkahwin dan tidak mempunyai kemampuan material, maka dimakruhkan berkahwin .
3) Golongan yang terlalu ghairah tetapi tiada kemampuan material, maka dimakruhkan baginya berkahwin dan diperintahkan oleh syara` agar berpuasa untuk meredakan runtunan nafsu dan mengurangkan tekanan perasaan. Mereka ini juga dimakruhkan untuk berkahwin.
4) Golongan yang memiliki kemampuan material tetapi tiada keghairahan untuk berkahwin, maka afdhal bagi mereka membujang dan melakukan ibadat. Meskipun demikian bukanlah dimaksudkan di sini bahawa mereka ini makruh berkahwin. Ini berdasarkan mazhab Syafie. Manakala, menurut mazhab Hanafi dan sebahagian ashabus Syafie serta sebahagian ashab Malik bernikah adalah afdhal .

Seterusnya lagi, memandangkan pada kebiasaannya mereka yang belajar adalah berusia muda, maka eloklah ditinjau juga apakah taujihat sunnah terhadap mereka dan gesaan untuk berkahwin.

1) Sabda Rasulullah bermaksud : “Wahai sekelian pemuda! Sesiapa daripada kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah ia berkahwin, sesungguhnya yang demikian itu dapat menundukkan padangan, dan lebih memelihara kemaluan. Barang siapa yang tidak berkemampuan hendaklah ia berpuasa, itulah penawar baginya”.

2) Menurut Imam Nawawi “Asy Syabab” ( pemuda ) adalah mereka yang baligh dan belum mencecah umur 30. Arahan Rasulullah ini merupakan gesaan yang hukumnya sunat mereka yang ada keinginan. Golongan ini disunnatkan berkahwin kerana mereka berupaya untuk beristimta` (bersedap-sedapan) dengan cara yang paling lazat, dapat memuaskan rasa ghairah dengan cara terbaik, lunak percakapan, mereka memiliki wajah dan tubuh badan yang menarik, sentuhan yang paling lembut dan dapat menzahirkan akhlak yang meredhakan pasangan masing-masing seterusnya mencetuskan kemesraan yang mendalam .

3) Seorang sahabat berkata kepada sahabat yang lain dengan maksudnya : “Apalah kiranya kami mengahwinkan mu dengan seorang khadam yang muda, semoga ia dapat mengingatkan mu sebahagian apa yang telah berlalu daripada umur mu” .

Dalam menjelaskan kalam ini Imam Nawawi mengatakan : “Maknanya adalah jika kamu bersama dengan pasanganmu itu, engkau dapat mengingati kembali kecergasan dan kekuatan mudamu kerana dengan demikian itu dapat menyegarkan badan”.

4) Nabi Muhammad menikahi `Aishah ketika `Aishah berusia sembilan tahun.

5) Rasulullah menegah Uthman bin Maz`un daripada tabattul (iaitu meniggalkan kelazatan dunia dan segala syahwatnya semata-mata untuk melakukan ibadat kepada Allah). Menurut Imam Nawawi : tegahan diajukan kepada mereka yang mempunyai kemampuan material, sangat ghairah, dan mereka yang terdedah kepada bahaya dengan tabattul melakukan amalan ibadat yang banyak dan berat.

Jelas di sini mereka yang menuntut ilmu juga adalah termasuk di dalam lingkungan beribadat sepertimana yang termaktub di dalam hadis, maka di manakah rasionalnya, mereka yang mengatakan orang sedang belajar jika berkahwin melanggar adat???
Kita tidak nafikan terdapatnya segelintir ibubapa yang begitu berkeras terhadap anak anak agar menamatkan pengajian terlebih dahulu dan kembali membantu ibu bapa sebagai membalas jasa mereka, persoalannya adakah dengan berkahwin menjadi penghalang kita untuk berjasa dengan mereka, apakah bezanya berjasa selepas berkahwin dengan berjasa sebelum berkahwin. Kemungkinan juga ibu bapa menganggap anaknya sudah membelakangkan mereka dengan melangsungkan perkahwinan di perantauan. Ibu bapa sepatutnya lebih rasional dan perlu membuat pelbagai pertimbangan, soal usia anak tidak boleh dikesampingkan. Demikian juga dengan persoalan psikologi mereka, bayangkan jika semua rakan-rakan sudah mendirikan
rumahtangga sedangkan dia bersendirian meneruskan kehidupannya di saat usia sudah hampir mencecah ke angka 30-an, sudah tentu ada rasa kecil hati dan rasa tersisih jauh di sudut sanubarinya. Begitu juga dengan keperluan dalaman anak-anak yang berkemungkinan memjejaskan prestasi dan pencapaian di dalam pengajian. Dalam apa keadaan sekalipun, kita perlu lebih mengutamakan soal hukum yang disyariatkan mengatasi persoalan adat. Memanglah masyarakat melayu kita ta`asub dengan adat yang diwarisi, meskipun mereka menyedari adat tersebut bercanggah dengan tuntutan agama, namun apabila ianya sudah menjadi warisan,
mereka tetap juga akan mempertahankanya. Lebih lebih lagi bagi masyarakat N. Sembilan yang menjadikan adat Perpatih sebagai sandaran hidup mereka.
Masyarakat sekarang merupakan masyarakat yang berpendidikan tinggi tak kira samada lelaki mahupun perempuan. Kalau hendak diikutkan, perkahwinan mesti di langsungkan selepas menuntut dan menamatkan pengajian, alangkah malangnya bagi mereka yang berhasrat untuk melanjutkan pengajian hingga ke peringkat Majester dan Phd. Terutamanya bagi golongan perempuan. Ini semua perlu di beri perhatian. Bukan sekadar hendak mempertahankan adat batil.
Seterusnya kita tinjau pula, bagaimana halnya jika terdapatnya pertembungan antara tuntutan melaksanakan perkahwinan dan tidak mendapat restu kedua ibubapa bapa. Bagaimana kita hendak menggarap permasalahan ini. Ini memerlukan penelitian dan kajian di segenap sudut. Keharmonian perhubungan kekeluargaan dan silaturrahim tidak boleh dipermudah mudahkan. Perlu difahami, pertimbangan masalah ini perlu diletakkan pada mizan aulawiyyat.
Mentaati ibubapa adalah wajib dan berkahwin juga adalah wajib dalam kes-kes yang tertentu. Manakah yang perlu didahulukan? Perlu difahami di sini bahawa mentaati ibu bapa adalah termasuk dalam kategori maslahah khossoh manakala berkahwin adalah maslahah `ammah. Ini kerana , berkemungkinan tanpa perkahwinan boleh menimbulkan pelbagai masalah kemasyarakatan dan penyakit sosial. Berdasarkan pendapat para ulama maslahah `ammah perlulah didahulukan daripada masalah khosoh. Jika keperluan untuk berkahwin berada pada tahap hukum sunnat, maka yang fardhu diauwlakan berbanding yang sunnat dan harus .
Walaubagaimanapun, menyentuh masalah yang berkaitan dengan ibu bapa dan para wali mereka perlu faham dan akur pada desakan Rasulullah ini :-

1) “Sesungguhnya terhadap wanita dari ruang pandang (dari seorang lelaki) terdapat gambaran syaitan, barang siapa yang teransang syahwatnya maka hendak segera mendatangilah isterinya .”
(Jelaslah di sini peri pentingnya mendirikan rumah tangga memandangkan golongan yang hidup membujang sentiasa terdedah kepada ajakan dan ransangan nafsu serakah yang tidak mengenal batas batas syara’ meskipun dengan sekadar melihat kepada wanita).

2) “Apabila datang kepada kamu sesiapa yang kamu meredhai agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika kamu tidak lakukan sedemikian, fitnah dan kerosakkan yang besar akan melanda”. Sesungguhnya yang demikian itu dapat meredakan ketegangan syahwatnya. Kemudian para sahabat berkata : Sekiranya padanya…??? ( Sedikit daripada kekurangan harta dan tiada kufuk ) ”. Lantas Rasulullah bersabda : “Apabila datang kepada kamu sesiapa yang kamu meredhai agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia” . (Baginda mengulanginya tiga kali).
Menurut Abdulllah Naseh `Ulwan, antara masalah yang dihadapi oleh mahasiswa untuk mendirikan rumahtangga antaranya adalah seperti berikut: -
- Masalah material
- Perkahwinan mengganggu proses pembelajaran
- Malu untuk berterus terang kepada keluarga .

Seterusnya Abdul Naseh `Ulwan mengemukakan cadangan bagi menyelesaikan masalah di atas:-

1) Masalah material. Jika mereka tergolong daripada kalangan yang berkemampuan, maka para ibubapa dan wali sepatutnya bertoleransi dalam perkara ini dengan memahami masalah sebenar yang dihadapi oleh pemuda seterusnya memberi ruang kepada mereka untuk memudahkan urusan perkahwinan.
Bagi mereka yang tidak berkemampuan pula, perlulah diwujudkan satu pertubuhan yang bergerak bertujuan mencari sumber keewangan untuk disalurkan kepada mereka yang ingin mendirikan rumah tangga.
2) Perkahwinan mengganggu proses pembelajaran. Sebenarnya kenyataan ini bercanggah dengan hadis Rasulullah yang bermaksud : “Sesiapa yang direzekikan dengan wanita solehah maka ia telah mendapat bantuan pada sebahagian agamanya , maka bertaqwalah kepada Allah pada sebahagian lagi”. ( Rowahu At Tabrani, Al Hakim dan Al Baihaqi )
Isteri boleh membantu untuk melakukan pelbagai urusan seharian yang mengurangkan masa
pembelajaran seperti memasak, membasuh dan sebagainya. Mungkin ada pula mereka yang mengatakan bahawa anak-anak kecil sering mengganggu, sebenarnya jika si isteri benar-benar melaksanakan tanggungjawabnya, tidak akan timbul permasalahan ini. Perkahwinan juga akan mencetuskan situasi jiwa yang lebih memberansangkan untuk meningkatkan qualiti proses pembelajaran. Ini semua adalah berdasar realiti yang telah pun dialami oleh para ulama-ulama sendiri.

3) Malu untuk berterus-terang Memadailah untuk kita kisah Abdullah bin Zubair : - Ketika mana Beliau sedang bermain-main bersama rakan rakannya, kemudian datang Saidina Umar, maka tidak semena mena larilah rakan-rakannya yang lain. Maka Saidina Umar “bertanya mengapakah engkau tidak lari seperti rakan-rakanmu ?” Maka beliau menjawab secara terus-terang dan beradab : “Aku tidak melakukan jenayah yang menyebabkan aku perlu lari, dan jalan ini tidak sempit sehinggakan aku perlu membuka ruang untukmu .
Seorang pemuda sebelas tahun datang menemui Umar Ibnul Aziz: Maka Saidina Umar berkata : “Pulanglah kamu , datanglah kepadaku orang yang lebih berumur dari engkau !!” Maka ghulam itu menjawab : “Semoga Allah menolong Amirul Mukminin, nilaian seseorang adalah dengan dua perkara yang paling kecil iaitu hati dan lidah, jika Allah menganugerahkan seseorang dengan lidah petah dan hati yang terpelihara ia telah berhak untuk bercakap . Wahai Amiral Mukminin, jikalau penentuan urusan dengan berdasarkan umur, terdapat pada ummat ini orang yang lebih layak daripadamu ini. Demikian tadi telah dipaparkan bagaimana keberanian mereka berterus terang, jelaslah kepada kita usia bukan penghalang utama untuk kita berterus terang dan sifat malu yang tidak kena pada tempatnya bukanlah suatu yang dituntut dan tidak bertepatan dengan Islam.

Kesimpulannya, setelah meniliti nas syarak jelaslah kepada kita sikap ibubapa yang menyekat anak-anak mereka melaksanakan tuntutan agama tanpa alasan kukuh dan sandaran yang kuat adalah tindakan terburu nafsu . Mereka yang mengatakan bahawa pengajian adalah penghalang perkahwinan adalah tidak rasional sama sekali !!!!!!!!!!!!!!

wanita yang menjadi ahli Syurga..



Siapakah wanita yang menjadi ahli Syurga? Apakah ciri-ciri atau sifat-sifat yang menjadi kunci bagi wanita memasuki syurga?


Sebuah hadis Nabi menyatakan: Daripada Anas, Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang bermaksud: "Apabila seorang perempuan mendirikan sembahyang lima waktu, berpuasa sebulan (Ramadhan), menjaga kehormatan dan taat kepada suami, dia akan disuruh memasuki syurga melalui mana-mana pintu yang dia sukai." (Hadis Riwayat Ahmad)

Menurut hadis di atas sekurang-kurangnya ia telah menggariskan empat dasar atau sifat utama yang menjadi teras bagi seorang wanita muslimah memasuki syurga, iaitu menunaikan kewajipannya kepada Allah dalam makna melaksanakan ibadah-ibadah yang diwajibkan ke atasnya seperti sembahyang, puasa, dan lain-lain ibadah wajib yang mampu dilaksanakan.

Sebuah hadis menyebutkan bahawa sembahyang adalah perkara pertama yang akan disoal di hari Kiamat. Daripada Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, Nabi Sallallahu Alahi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya perkara yang pertama sekali dikira dari amalan hamba di hari kiamat ialah sembahyang; sekiranya sembahyang itu sempurna, maka beruntung dan berjayalah dia, dan sekiranya ia rosak, maka kecewa dan rugilah dia, kalau kewajipan fardhu masih kurang, Allah berfirman: Lihatlah adakah amalan-amalan sunat untuk menyempurnakan kekurangan tersebut. Demikianlah seterusnya dengan amalan yang lain" (Hadis riwayat at-Tirmizi)

Disamping menunaikan kewajipan kepada Allah, menunaikan hak dan kewajipan kepada suami juga merupakan hal yang tidak boleh diabaikan oleh seorang wanita. Tertunainya hak dan tanggungjawab suami barulah akan turun keredhaan dan rahmat Allah kepadanya.

Menjaga kehormatan diri juga merupakan hal yang digariskan oleh hadis di atas. Antara hal-hal yang boleh diketegorikan dalam konteks menjaga kehormatan itu ialah mempunyai sifat pemalu, jika suaminya keluar dia akan menguruskan dan menjaga dirinya dan harta suaminya dengan amanah. Bila suaminya datang kepadanya dia akan menjaga mulut daripada menyebutkan perkataan yang tidak elok didengar.

Sebuah hadis Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam menyatakan bahawa: "Sesungguhnya sopan santun dan keimanan adalah saling berkaitan, jika salah satunya dikeluarkan, yang satu lagi juga akan hilang serentak." (Hadis Riwayat Baihaqi)

Maksud hadis ini ialah jika kesopanan atau sifat malu sudah hilang, iman juga akan hilang bersama-samanya. Betapa besarnya pengaruh antara kesopanan dan keimanan kepada diri seorang wanita itu, Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam menegaskan dengan sabda baginda: "Apabila sesesorang itu terlibat dengan penzinaan, ia bukan lagi seorang beriman, apabila seseorang itu mencuri ia bukan lagi seorang beriman, apabila seseorang itu meminum arak ia bukan lagi seorang beriman, apabila seseorang itu menyelewing setelah diberi amanah oleh orang lain ia bukan lagi seorang beriman, dan apabila seseorang diantara kamu menipu ia bukan lagi seorang beriman, oleh itu berjaga-jagalah!"

Taat kepada suami merupakan satu lagi sifat wanita yang digambarkan oleh hadis yang dipaparkan di awal makalah ini. Taat kepada suami adalah tanggungjawab isteri yang wajib di sempurnakan. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam Bazzar Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Kamu sampaikan kepada perempuan yang kamu jumpa, bahawa taat kepada suami, dan mengakui hak-hak suami, sama pahalanya dengan berperang dan bertempur dengan musuh-musuh Islam di medan pertempuran, tetapi sedikit sangat daripada isteri-isteri yang menyempurnakan hak-hak suami mereka." (Hadis riwayat Al Imam Bazzar)

Isteri adalah pusat dan sumber kebahagiaan dan ketenteraman di dalam sebuah rumahtangga. Ia perlu mempunyai sifat-sifat sabar dan perhatian yang sepenuhnya kepada suami dan juga anak-anak. Sikap inilah yang boleh mewujudkan suasana yang tenang, aman dan damai dalam rumahtangga. Dalam hal ini, para isteri sayugialah akan sentiasa bersikap baik kepada suami.

Saidina Abu Bakar Radhiallahu Anhu meriwayatkan bahawa Rasullullah Sallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda: "Seorang wanita yang menyakiti hati suami dengan lidahnya, dia mendatangkan celaan dan kemurkaan Allah, para malaikat dan umat manusia."

Selain itu, Saidina Ali Radhiallahu Anhu meriwayatkan sebuah hadis mengenai setiap isteri yang tidak menghormati status suaminya. "Wanita yang berkata kepada suaminya yang tidak melihat apa-apa kebaikan pada suaminya, Allah menghapuskan segala perbuatan baiknya selama 70 tahun, walaupun dia berpuasa selama itu siang hari dan bersembahyang pada malamnya." (Hadis Riwayat Imam Majah dan An-Nasai)

Berdasarkan huraian ringkas di atas, para wanita semestinyalah mengamalkan sikap taat dan bertakwa kepada Allah, bertanggungjawab kepada suami dan menjaga kehormatan dirinya. Semoga dengan itu, akan mudahlah mereka mendapat rahmat dan keredhaan Allah. Rahmat dan redha Allah itulah yang akan menjamin kebahagian hidupnya di dunia dan di akhirat.

MENUTUP RAMBUT BAGI WANITA



Dr. Yusuf Al-Qardhawi

PERTANYAAN

Ada sebagian orang mengatakan bahwa rambut wanita tidak
termasuk aurat dan boleh dibuka. Apakah hal ini benar dan
bagaimana dalilnya?

JAWAB

Telah menjadi suatu ijma' bagi kaum Muslimin di semua negara
dan di setiap masa pada semua golongan fuqaha, ulama,
ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa rambut wanita itu
termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di
hadapan orang yang bukan muhrimnya.

Adapun sanad dan dalil dari ijma' tersebut ialah ayat
Al-Qur'an:

"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah
mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya, ..."
(Q.s. An-Nuur: 31).

Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah swt. telah melarang
bagi wanita Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya.
Kecuali yang lahir (biasa tampak). Di antara para ulama,
baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa
rambut wanita itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan
ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan
perhiasan yang tidak tampak.

Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, "Allah swt. telah
melarang kepada kaum wanita, agar dia tidak menampakkan
perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang
tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak."

Ibnu Mas'ud berkata, "Perhiasan yang lahir (biasa tampak)
ialah pakaian." Ditambahkan oleh Ibnu Jubair, "Wajah"
Ditambah pula oleh Sa'id Ibnu Jubair dan Al-Auzai, "Wajah,
kedua tangan dan pakaian."

Ibnu Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata,
"Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan
dan cincin termasuk dibolehkan (mubah)."

Ibnu Atiyah berkata, "Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai
dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan untuk
tidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah
dan supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada
bagian-bagian yang kiranya berat untuk menutupinya, karena
darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan."

Berkata Al-Qurthubi, "Pandangan Ibnu Atiyah tersebut baik
sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di
waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya
salat, ibadat haji dan sebagainya."

Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma' binti Abu
Bakar r.a. bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma'
sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah saw.
memalingkan muka seraya bersabda:

"Wahai Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita
sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi
dirinya menampakkannya, kecuali ini ..." (beliau
mengisyaratkan pada muka dan tangannya).

Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa
rambut wanita tidak termasuk perhiasan yang boleh
ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.

Allah swt. telah memerintahkan bagi kaum wanita Mukmin,
dalam ayat di atas, untuk menutup tempat-tempat yang
biasanya terbuka di bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah
"kain untuk menutup kepala," sebagaimana surban bagi
laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli
tafsir. Hal ini (hadis yang menganjurkan menutup kepala)
tidak terdapat pada hadis manapun.

Al-Qurthubi berkata, "Sebab turunnya ayat tersebut ialah
bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup kepala dengan
akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang,
sehingga dada, leher dan telinganya tidak tertutup. Maka,
Allah swt. memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu
dada dan lainnya."

Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata,
"Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah."

Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya
untuk menutupi apa yang terbuka.

Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak
dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai
kerudung (khamirah) yang tipis di bagian lehernya, Aisyah
r.a. lalu berkata, "Ini amat tipis, tidak dapat
menutupinya."

Untukmu Mujahidah Sejati


Mujahidah sejati

intan permata mutiara mahkota
seindah pelangi di cakerwala
menghiasi taman indah nan permai

Mujahidah sejati
engkaulah serikandi pembela agama
peribadi solehah hiasan diri
subur dengan iman dan ketaqwaan

Mujahidah sejati
akhirat utama kerana dunia bukan pilihannya
Mujahidah sejati
hidupnya berbeza kerana diasuh iman dan taqwa

Mujahidah sejati
berbekal Al-Quran dan as-Sunnah
bersulam pengorbanan
bisa menggegarkan isi dunia

Mujahidah sejati
terus subur mekar mewangi
seindah suria menerangi bumi
harapan ummah yang abadi

Mujahidah sejati
menyoroti langkah Khadijah, Aisyah, Fatimah
menjadi muqarrabin bermujahadah
menuju cinta dan kasih Allah

Paras rupa bukannya ukuran
nilainya sama di sisi Tuhan
cuma ibadah yang membezakan
wanita solehah di sisi Tuhan

Berhati-hatilah hasutan dunia
kerana ia membahaya
jangan dibiarkan ia bertakhta
dalam diri dengan dosa-dosa